Tuesday, March 29, 2011

Penonton Anonim

Ia menyebut dirinya seperti itu karena memang selama ini ia hanya menonton sebuah pertunjukan dimana salah satu pemainnya adalah dirinya sendiri. Ia tidak ingin mengacaukan jalan cerita dan memilih dirinya menjadi anonim. Toh, sebentar lagi_kalau keputusannya memang tepat_ia berniat untuk meninggalkan dunia ini. Dan ia membutuhkan perjalanan terakhir sebelum yakin bahwa keputusan yang diambilnya sudah tepat. Menurutnya, orang yang ingin mati harus yakin bahwa kematiannya adalah pilihan yang tepat. Jika belum yakin, maka kematian, bahkan hidupnya pun akan sia-sia. 

Kenzi

(Kenzi, Male, Twenty-something, Researcher, Live in : Tokyo, Current City : Bandung)

Pria yang cerdas dan mandiri. Lebih suka membungkam pertanyaan-pertanyaannya sendiri mengenai cinta dan keluarga dengan jawaban-jawaban ilmiah. Saat sedang cemas, ia memilih untuk memantrai dirinya dengan hapalan yang bersifat eksakta, seperti rumus-rumus kimia, urutan tabel periodik, dan cara kerja organ tubuhnya. Obsesinya sebagai seorang peneliti adalah menemukan zat yang dapat membuat seseorang merasakan sensasi jatuh cinta.


Keira

(Keira, Female, Twenty-something, Presenter, Live in : Bandung, Current City : Jakarta)

Keira tumbuh menjadi seorang wanita dewasa dengan penampakan kulit luar yang ceria, mudah bersosialisasi, dan menyukai petualangan di luar rumah. Namun, di balik semua itu, ia adalah seseorang yang rapuh dan lebih menyukai tinggal di rumah bersama kenangannya akan masa lalu yang indah : berlarian di antara ilalang, menerbangkan layang-layang, dan memetik mentimun untuk bahan membuat rujak bersama sahabat masa kecilnya. Petualangannya sebagai presenter dijalaninya tidak lebih karena ia ingin menemukan kembali kunci rumah kenangan yang hilang itu dan berniat untuk tinggal selamanya di dalamnya_meskipun ia belum tahu benar apakah itu rumah yang tepat untuknya.

Nero

(Nero, Male, Twenty-something, Reality-TV Producer, Current City : Bandung)

Nero bertubuh tinggi-besar dan berkulit pucat_warna yang menurutnya sangat tidak jantan untuk ukuran seorang pria. Ia seorang pekerja keras dan berpikir bahwa kesuksesan pekerjaan adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup_bukan cinta. Meski sering dikelilingi banyak wanita cantik dan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya, ia tidak pernah benar-benar merasa dicintai atau mencintai.

Grey

(Grey, Male, Thirty-something, Photographer & Travel Writer, Live in : Paris, Current City : Dijon)

Menulis dan memotret adalah hidupnya. Ia butuh lebih dari sekadar kebun anggur di halaman belakang rumah neneknya untuk memuaskan hasratnya membekukan keindahan dunia. Maka ia pun berkeliling dunia. Banyak tempat telah dikunjunginya. Hanya satu tempat yang belum ia jamah. Hatinya.

29 1/2 Hari-Sinopsis 2

Empat orang yang berbeda dan seorang penonton anonim terikat oleh jalinan tak kasatmata mengenai pertanyaan tentang kehidupan serta cinta. Setiap orang telah begitu yakin dengan jawaban-jawaban parsial mengenai keterpisahannya dengan cinta dan nyaris tak pernah berpikir bahwa ada sesuatu yang perlu mereka pelajari tentang cinta dan kehidupan.
Tanpa kehadiran orang lain yang bermakna untuk diriku, aku bukanlah siapa-siapa.(Grey, Fotografer & Travel Writer, Perancis)
“Saya bisa menjelaskan gambaran yang lebih sederhana tentang cinta dengan analogi sepatu: Hanya punya satu sepatu bagus yang dipakai setiap saat bukanlah investasi yang pintar. Gimana kalau satu-satunya sepatu itu rusak? Apa yang akan kita pakai? Punya setidaknya tiga sepatu bagus, baru aman. Lagi pula, apakah ada ‘sepatu segala cuaca’ yang bisa membuat saya setia dan tidak tergoda potongan harga?(Nero, Produser Realiti Dokudrama 29 ½ Hari, Bandung)

29 1/2 Hari-Sinopsis 1

Dua sembilan setengah hari bercerita tentang empat tokoh utama : Grey, Nero, Kenzi, dan Keira, serta satu tokoh yang menyebut dirinya Penonton Anonim. Pada mulanya, para tokoh tersebut tidak terhubung satu sama lain. Namun, kisah masa lalu merekalah yang tanpa disadari menjadi benang merah dan penghubung tak kasatmata di kehidupan masa kini.

Para tokoh tersebut mulanya telah begitu yakin dengan jawaban-jawaban parsial mengenai keterpisahannya dengan cinta dan kehidupan sehingga nyaris tak pernah berpikir bahwa ada sesuatu yang perlu mereka pelajari tentang cinta dan kehidupan.

Sampai suatu hari, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa yang dibutuhkan untuk memahami cinta bukanlah perkara waktu dan keberuntungan, melainkan keyakinan baru bahwa cinta adalah kekuatan aktif yang sejatinya ada di dalam diri setiap orang dan sanggup meruntuhkan dinding keterpisahan.